Kondisi yang di alami buruh perempuan ini sungguh tragis, sebut saja namanya karmila seorang buruh pabrik rokok PT. Karya Timur Prima yang berkedudukan di jalan karya timur kota malang. Perusahaan yang meproduksi rokok ini hampir secara keseluruhan adalah buruh perempuan. Karmila adalah salah satu dari buruh yang bekerja di pabrik ini mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi.
Pada bulan September 2011 kemarin umur kehamilannya genap 8 bulan. Dia telah berkali-kali meminta kepada pihak perusahaan untuk istirahat bekerja karena setiap harinya dia selalu mengeluh sakit pada bagian punggungnya akibat bobot janin yang dikandung sudah besar. Namun pihak perusahaan bergeming tidak mempedulikan permohonannya tersebut dan pihak perusahaan tidak akan membayar upahnya jika dia memaksakan untuk cuti yang semestinya dia dapatkan.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 82 ayat (1) yang berbunyi :
Pada bulan September 2011 kemarin umur kehamilannya genap 8 bulan. Dia telah berkali-kali meminta kepada pihak perusahaan untuk istirahat bekerja karena setiap harinya dia selalu mengeluh sakit pada bagian punggungnya akibat bobot janin yang dikandung sudah besar. Namun pihak perusahaan bergeming tidak mempedulikan permohonannya tersebut dan pihak perusahaan tidak akan membayar upahnya jika dia memaksakan untuk cuti yang semestinya dia dapatkan.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 82 ayat (1) yang berbunyi :
“Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan”
Sudah jelas dalam pasal diatas dijelaskan bahwa seorang buruh perempuan mempunyai hak cuti sebelum dan sesudah melahirkan. Bahkan selama cuti, buruh berhak mendapatkan upah yang sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku. Namun, pada kenyataannya sampai saat ini perusahaan tersebut tidak menghiraukan permintaan buruh sehingga Karmila memaksakan diri untuk tidak bekerja demi keselamatan janinnya meskipun tidak dibayar oleh perusahaan.
Meskipun kasus ini telah dilaporkan kepada Disnakersos kota malang hingga saat ini, tidak ada tindakan konkrit yang dilakukan oleh pemerintah yang terkesan lebih berpihak kepada kepentingan pengusaha. Dinas tenaga kerja khususnya pengawas ketenagakerjaan yang dalam hal ini mempunyai wewenang untuk menindak tegas pengusaha yang telah melakukan pelanggaran. Menurut undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 185 ayat (1) dan (2) menjelaskan bahwa
- Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 90 ayat (1), Pasal 143, dan Pasal 160 ayat (4) dan ayat (7), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
- Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.
Artinya, seorang pengusaha yang tidak memberikan hak cuti melahirkan kepada buruhnya telah melakukan tindak pidana kejahatan. Ketegasan pemerintah menjadi sebuah kunci bagi kebebasan kaum buruh dan peringatan bagi pengusaha yang semena-mena terhadah kaum buruh. Telah menjadi rahasia publik bahwa pemerintah hari ini sering kali lebih cenderung membela kepentingan pengusaha dari pada kaum buruh.
Oleh karena itu, kebebasan kaum buruh di negeri ini hanyalah sebuah mimpi belaka yang sampai kapanpun tidak akan pernah terwujud. (Don_Brow)