Kamis, 04 Oktober 2012

HAPUS SISTEM KERJA HARIAN LEPAS DAN UPAH MURAH DI PERUSAHAAN DAERAH PERKEBUNAN JEMBER

Jember, Para pejuang kemerdekaan Negara Repuplik Indonesia berperang dan berjuang mengusir Belanda, Jepang dan perusahaan-perusahaan asing dengan tujuan besarnya adalah untuk menghapus segala bentuk penjajahan, perbudakan, penghisapan atas manusia terhadap manusia lain.

Dalam perjuangan panjang meraih cita-cita luhur manusia agar hidup sejahtera, bermartabat dan mendapatkan keadilan kaum buruh perkebunan tak henti-hentinya terus bersuara lantang tanpa rasa takut sedikitpun.

Perusahaan Daerah Perkebunan Kabupaten Jember ini merupakan badan usaha milik daerah (BUMD) yang bergerak di sektor perkebunan. Reputasi PD perkebunan Jember dalam urusan memberikan sumbangsih bagi pendapatan daerah tidak diragukan lagi. Ini perusahaan daerah yang memberikan pemasukan kepada Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbesar dibandinkan perusahaan daerah lain di jember, sedikitnya 10-11 miliar per tahun.

Tapi kami kaum buruh sebagai urat nadi sumber ekonomi daerah ini masih mengalami penindasan tiada tara dalam hubungan kerja yang sangat kental dengan sistem kolonial dan perbudakan modern. Kaum buruh di PDP ini ada yang sudah berkerja mulai dari 5 sampai 32 tahun tapi statusnya masih harian lepas
Sistem kerja harian lepas 5 sampai 32 Tahun ini membuat kami seperti binatang yang di peras tenaganya untuk menghasilkan keuntungan bagi perusahaan dan penguasa daerah kabupaten Jember tetapi masadepan kami kaum buruh sangat menderita.

Ribuan buruh harian lepas sadapan di karet di perusahaan daerah perkebunan yang meliputi Kebun Sumber Wadung, Sumber Pandan, Gunung Pasang, Sumber Tenggulun, Kalimrawan dan Ketajik ini juga masih menerima upah Rp. 400.000-Rp. 500.000 per bulan sedangkan upah buruh bagian wiwilan, jumret dan pemetik kopi itu Rp. 18.000. per hari.. Dengan upah sebesar itu artinya kaum buruh mendapat upah di bawah ketentuan yakni sebesar Rp. 920.000 per bulan.

Kaum buruh perkebunan yang sudah mengabdi 5 sampai 32 Tahun yang dianggap berstatus harian lepas tidak diikutkan pada progam Jamsostek yang meliputi 4 program yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK), Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) dan Jaminan Hari Tua (JHT). Saat mereka sakit dan kecelakaan kerja harus mengelurkan biaya sendiri. Saat buruh meninggal dunia hanya menerima santunan Rp. 500.000 dari perusahaan.

Dengan keuntungan yang luar biasa yang di peroleh kebun, buruh yang statusnya dianggap harian lepas tidak memperoleh hak jasa produksi hanya sengelitir buruh tetap, para mandor, sinder, pemimpin dan ADM yang memperoleh hak atas jasa produksi ini sebersar 2 kali gaji Rp.1.840.000.

Dampak dari ketidak jelasan status (harian lepas) yaitu upah murah, tidak diikutkan pada program jamsostek, tidak mendapatkan hak jasa produksi dan kaum buruh harus tetap bekerja sampai mati.
Untuk itu kami atas nama kaum buruh PDP Kab. Jember dan Serikat Buruh Merdeka menuntut:
1. Angkat buruh harian lepas jadi tetap
2. Berikan hak JASPROD (jasa produksi) kepada semua buruh
3. Berikan upah layak sekarang juga
4. Ikutkan buruh pada program jamsostek
Baca Selengkapnya

Rabu, 03 Oktober 2012

Buruh Gresik Tuntut Penghapusan Outsourcing

Ratusan massa berjalan dari Jl Tri Dharma, Jl Dr Wahidin Sudirohusodo, Jl Mayjend Sungkono, Jl Veteran, Jl Panglima Sudirman, Jl Pahlawan menuju Jl Wachid Hasyim Kantor DPRD Gresik.

Barisan massa yang menguasai jalan dengan berkendara motor dan mengibarkan bendera kebesaran SPBI warna merah mengakibatkan seluruh kendaraan umum dan truk-truk besar harus menepi untuk memberikan jalan bagi massa buruh.

Sampai saat ini petugas Kepolisian Polres Gresik berjaga-jaga mengatur arus lalu lintas di perempatan menuju Surabaya, tepatnya di perempatan depan PT Barata Indonesia, Jl Kapten Dharmo Sugondo dan Jl Veteran.

"Tuntutan penghapusan sistem kerja kontrak dan outsourching telah menjadi agenda SPBI sejak belum disahkannya undang-undang nomor 13 tahun 2003. Aksi mogok nasional yang dilakukan hari merupakan rentetan perjuangan sejak dulu". Papar ketua SPBI Gresik Agus Budiono.

Namun hingga saat ini pemerintah pusat tetap bergeming. Persoalan pengawasan selalu menjadi kambing hitam dari ketidaktegasan pemerintah dalam melaksanakan produk aturannya. Belum lagi politik upah murah yang selalu memunculkan masalah setiap tahunnya.

Solidaritas Perjuangan Buruh Indonesia (SPBI) akan terus mendesak pemerintah agar segera menghapus kebijakan outsourching yang selama ini menyengsarakan kaum buruh. Tambah Agus.

Maka dari itu kami mengajak seluruh pekerja/buruh pabrik gresik maupun di kota-kota lainnya untuk melakukan aksi perlawanan terhadap penindasan yang selama ini dirasakan kaum buruh. 

Hingga aksi ini berakhir, SPBI mengancam akan terus melakukan kegiatan-kegiatan aksi sampai pemerintah benar-benar membuat peraturan yang berpihak kepada kaum buruh.
Baca Selengkapnya

Jumat, 09 Maret 2012

PDP Jember Menggantung Hak-Hak Normatif Buruh

SERIKAT BURUH MERDEKA (SBM)

Sekretariat: Dusun Sumber Wadung Silo
Email: serikatburuh_merdeka@yahoo.co.id

Press releasse
Untuk segera disiarkan
Kontak Person: Sabar (Ketua Serikat Buruh Merdeka)
081336603505/03313435805

PDP Jember Menggantung Hak-Hak Normatif Buruh.

Jember, Ribuan buruh Perusahaan Daerah Perkebunan (PDP) Jember masih berstatus harian lepas (PKWT). Dalam pasal  60-63 dan Kepmen 100 Tahun 2004  dijelaskan bahwa buruh yang sudah bekerja lebih dari 21 hari status harian lepas (PKWT) berubah menjadi (PKWTT) alias tetap. Disisi lain buruh sudah bekerja mulai dari 5 tahun masa kerja sampai 40 tahun masa kerja misalkan Agus tono buruh bagian sadap getah karet sudah bekerja lebih dari 7 tahun dan saya pak. sabar bagian keamanan sudah bekerja lebih dari 15 tahun di PDP tapi statusnya masih buruh harian lepas (BHL) . Ini dialami oleh buruh di 6 perkebunan PDP, khususnya buruh sadap getah karet. Dengan status yang tidak jelas menyebabkan hak-hak normatif buruh berdampak pada masalah upah, dan jaminan sosial ketenagakerjaan. Upah buruh yang berstatus harian lepas upah yang  diterima oleh buruh mulai dari Rp.280.000 sampai Rp.450.000 per 15 hari. Padahal Upah Minimum Kabupaten (UMK) Jember untuk 2012 sesuai SK Gubernur No 81 tahun 2011 adalah Rp. 920.000 perbulan. PDP sendiri dalam surat pernyataannya yang diwakili oleh Sudarisman akan memberikan upah Rp. 920.000 kepada buruhnya. Dalam pasal 89 dan 90 tentang pengupahan dijelaskan bahwa pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum. Barang siapa melanggar pasal 89-90 dikenakan sanksi pidana paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 400.000.000,00. Dampak buruh yang berstatus harian lepas adalah persoalan jaminan sosial. Ketika buruh sakit dan kecelakaan kerja biayanya di tanggung sendiri. Bagi buruh perempuan tidak diberikan cuti haid, hamil, melahirkan dan menyusui. Padal menurut hukum Jamsostek  berlaku bagi semua buruh. Buruh bekerja 2,5-5 jam deres dan 3 jam ambil getah karet, mereka bekerja tiap hari yang dimulai jam 02.00. dini hari. Tidak ada cuti tahunan, hari-hari besar tidak ada libur minggu tetap masuk. Kelebihan jam lembur tidak dibayar. Tidak ada santunan kalau buruhnya meninggal dunia. Peralatan produksi beli sendiri. Dan ketika berhenti buruh yang berstatus hari lepas yang sudah tua renta dan sudah mengapdi di perusahan puluhan tahun ketika tidak mampu bekerja tidak dapat uang pesangon se peserpun. Ini sudah pelanggaran Norma ketenagakerjaan dan pelanggaran hak asasi manusia:

Atas kondisi tersebut diatas, Kami Serikat Buruh Merdeka (SBM) Kabupaten Jember menuntut kepada pihak-pihak terkait Disnakertrans dan kepada Direktur PDP Kabupaten Jember:
  1. Angkat menjadi buruh tetap
  2. Berikan upah layak 100%
  3. Berikan Jamsostek kepada semua buruh
  4. Adili dan penjarakan pengusaha yang melanggar hukum ketenagakerjaan.
  5. Berikan cuti dan uang lembur kepada buruh.
  6. Laksanakan UU N0. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan di Perusahaan Daerah Perkebunan Kabupaten Jember.




Jember, 09 Maret 2012

Baca Selengkapnya

Kamis, 01 Maret 2012

Hak-Hak Buruh Perempuan

Saat ini tantangan yang dihadapi buruh perempuan adalah lemahnya jaminan perlindungan hak-hak perempuan, akibat menguatnya hegemoni patriarki, kepentingan politik yang tidak berpihak pada perempuan.

Cukup banyak ketentuan yang mengatur mengenai perlindungan kesehatan reproduksi bagi buruh perempuan, baik dalam konvensi internasional maupun peraturan perundang-undangan di Indonesia, yaitu antara lain: Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Againts Women yang telah diratifikasi dengan UU No. 7 Tahun 1984 (CEDAW), ILO Convention No. 183 Year 2000 on Maternity Protection (ILO Convention), UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) dan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan). Berikut hak-hak yang berkaitan dengan hak-hak buruh perempuan:

Ada 12 hak-hak buruh perempuan yang harus didapat di tempat kerja:
  1. Perlindungan pada masa haid Dalam masa ini wanita tidak diwajibkan bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid dengan ketentuan merasa sakit, dan dengan izin perusahaan.
  2. Perlindungan sebelum dan sesudah melahirkan Pekerja wanita berhak istirahat 1,5 bulan sebelum saatnya melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan (berdasarkan perkiraan dokter/bidan).
  3. Perlindungan sesudah gugur kandungan Pekerja wanita diberi waktu istirahat 1,5 bulan sesudah gugur kandung (berdasarkan surat keterangan dokter kandungan atau bidan).
  4. Kesempatan untuk menyusui bayi Pekerja wanita diberikan kesempatan yang patut untuk menyusui anaknya jika harus dilakukan selama waktu kerja. Namun, lamanya waktu yang diberikan dengan memperhatikan tersedianya tempat yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan perusahaan.
  5. Larangan kerja malam bagi wanita hamil Pekerja wanita yang sedang mengandung dilarang bekerja antara pukul 23.00-07.00, jika menurut keterangan dokter hal itu berbahaya bagi dirinya dan kandungannya.
  6. Larangan mempekerjakan wanita usia di bawah 18 tahun pada malam hari.
  7. Larangan PHK bagi pekerja wanita karena hamil, melahirkan, dan menyusui.
  8. Pengusaha wajib memberikan perlindungan wanita usia di atas 18 tahun saat bekerja di malam hari. Perusahaan yang mempekerjakan wanita di malam hari berkewajiban memberi makan dan minum yang bergizi (1400 kalori), menjaga kesusilaan dan keamanan, menyediakan angkutan antar jemput.
  9. Wanita memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan penempatan.
  10. Adanya pengupahan yang sama bagi pekerja pria dan wanita untuk pekerjaan yang sama nilainya termasuk tunnjangan keluarga.
  11. Adanya kesempatan yang sama untuk memperoleh pelatihan dan promosi jabatan.
  12. Adanya kesepatan hak yang sama untuk memperoleh jaminan social, seperti pensiun dan sakit.


Baca Selengkapnya

Rabu, 29 Februari 2012

PHK Tanpa Pesangon

PT. Pei Hai Internasional Wiratama Indonesia PHK Buruh Hamil Tanpan Pesangon.

Sejumlah buruh perempuan PT. PEI HAI Internasional Wiratama Indonesia yang memproduksi sepatu dengan merek Dolce dan Gabbana atau sering disingkat D&G yang berlokasi di Jalan Raya Mojoagung KM. 71 Peterongan, Kabupaten Jombang Jawa timur melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Mereka yang hamil untuk buruh yang dianggap berstatus harian lepas di-PHK tanpa pesangon sepeser pun.

Berdasarkan laporan yang kami himpun ada sekitar 10 orang buruh perempuan yang ketahuan hamil di PHK. Nama-nama tersebuat adalah Farida Mojokuripan, Siti Masrufah Tenggaran, Maslihatan Sumber Mulyo, Anis Wati Senggon Jombang dan Mei Sureni Mojokerto. Padahal mereka yang di PHK yang di anggap berstatus harian lepas ada yang sudah bekerja antara tiga dan lima tahun. Dengan adanya sistek kerja harian lepas bertahun-tahun seorang buruh perempuan seolah-olah di paksa untuk tidak hamil.

Perusahaan ini banyak melanggar hak-hak buruh perempuan seperti cuti haid, hamil, melahirkan dan tidak memberikan kesempatan menyusui bagi anak-anak mereka. Menurut Andini, untuk bisa mendapatkan cuti haid selama dua hari untuk buruh yang berstatus tetap harus menempuh birokrasi yang lama dan panjang. Yang paling tragis bagi mereka yang di anggap berstatus hari lepas tidak mendapatkan cuti haid, hamil dan melahirkan.

Menurut Pasal 81 UU No. 13/2003, buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid. Pada Pasal 76 ayat 2 UU Ketenagakerjaan,  Pengusaha dilarang mempekerjakan buruh perempuan yang sedang hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.

Berdasarkan Pasal 84 UU Ketenagakerjaan, setiap buruh yang menggunakan hak istirahat hamil dan melahirkan sebagaimana dimaksud Pasal 82 ayat (1) UUK, berhak mendapat upah penuh.

Padahal menurut dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menjamin hak buruh perempuan ketika dalam keadaan hamil. Pasal 153 (1) huruf e menyatakan ‘pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan: pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya’.

Pengusaha yang tidak memberikan masa istirahat kepada pekerja yang melahirkan atau keguguran kandungan sesuai ketentuan dalam UU dapat dikenalan sanksi pidana penjara minimal 1 tahun dan maksimal 4 tahun dan/atau denda minimal Rp 100 juta dan maksimal Rp 400 juta.

Dengan demikian, tindakan pengusaha yang melakukan pelanggran UU N0. 13/2003 sudah dikategorikan tindakan melawan hukum ketenagakerjan.



Ditulis oleh Forum Buruh Jombang (WCC, SPBI, PPBI, WADAS, SPBJ dan SPM).
Baca Selengkapnya

Kamis, 23 Februari 2012

Pekerja Outsourcing Dipecat Setelah Berserikat

"Sebelum dipecat, hak-hak para pekerja tersebut dikurangi terlebih dulu"

Pemutusan hubungan kerja ‘berbau’ dugaan pemberangusan kegiatan berserikat kembali terjadi. Kali ini menimpa Edy Pramana dan keenam rekannya yang bekerja di PT Shandy Putra Makmur (SPM), perusahaan penyedia tenaga kerja sekuriti. Edy dkk dipecat pada Desember 2010 setelah mendirikan dan beraktifitas di Serikat Pekerja PT SPM (Sepaham).

Tak terima dengan pemecatan itu, Edy dkk menggugat ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta. Mereka menuntut dipekerjakan kembali dan upah yang belum dibayarkan selama proses perselisihan ini berlangsung.

Sengketa antara Edy dkk dengan pihak manajemen dimulai ketika Sepaham terbentuk pada tahun 2009 dimana Edy dkk menjadi pengurusnya. Lewat Sepaham, Edy dkk menuntut peningkatan kesejahteraan. Salah satunya soal status hubungan kerja. Mereka menuntut dijadikan sebagai pekerja tetap. Maklum, Edy c.s selama ini dipekerjakan sebagai pekerja outsourcing untuk posisi sekuriti. Sudah lima tahun mereka ditempatan di kantor PT Telkomsel di Jakarta.

Selama bekerja itu pula Edy dkk merasa dicurangi PT SPM. Contohnya adalah Edy dkk tidak pernah menerima uang penghargaan. Padahal Edy dkk tahu bahwa PT Telkomsel selalu memberikan uang penghargaan itu tiap tahun kepada PT SPM.

“Kita dapat informasi dari pihak PT Telkomsel kalau uang penghargaan itu diberikan untuk pekerja. Setelah ada desakan dari pekerja akhirnya mulai tahun 2008 uang itu diberikan,” aku Edy kepada hukumonline di PHI Jakarta, Rabu (22/2).

Tidak cuma itu. Edy dkk juga menanyakan kejelasan iuran Jamsostek, upah pokok di bawah upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta dan kekurangan hak atas upah lembur.

Banyak cara dilakukan Edy dkk untuk memperjuangkan haknya. Mulai dari berkirim surat mengajak berunding, aksi demonstrasi hingga melakukan mogok kerja pada pertengahan tahun 2010. Pasca aksi itu sejumlah anggota Sepaham malah dimutasi dan di-PHK.

Upaya mengadu ke sejumlah instansi seperti Komnas HAM dan Polda Metro Jaya sejauh ini belum membuahkan hasil positif.

Alih-alih menuntaskan persoalan yang ada, pihak manajemen malah menerbitkan surat mutasi kepada Edy dkk sekitar Agustus 2010. Pihak pekerja tentu saja menolak mutasi itu karena menganggap tidak ada dasar yang jelas dalam melakukan mutasi. Dan mensinyalir hal ini adalah bagian dari tindakan pemberangusan serikat pekerja. Atas dasar itu Edy dkk sempat tidak kembali ke lokasi kerja selama lebih dari sebulan.

Kuasa hukum pihak pekerja dari LBH Aspek Indonesia, Singgih D. Atmadja bertutur bahwa Edy dkk pernah menerima surat pemanggilan bekerja yang ketiga. Tapi saat kembali ke lokasi kerja pada Oktober 2010, pihak manajemen tidak membolehkan Edy dkk menginjakan kaki ke dalam kantor. Walau begitu pihak pekerja tetap melakukan tugasnya sebagai sekuriti menjaga kantor PT Telkomsel.

“Ketika memenuhi panggilan ketiga mereka nggak boleh masuk,” kata Singgih kepada hukumonline di PHI Jakarta, Rabu (22/2).

Melihat perkara yang tak kunjung tuntas akhirnya pihak PT Telkomsel memfasilitasi Edy dkk dan pihak manajemen PT SPM untuk melakukan perundingan. Hasil kesepakatan dalam perundingan itu dituangkan ke dalam notulensi perundingan tertanggal 27 Oktober 2010.

Kala itu pihak manajemen PT SPM secara lisan berjanji akan membuat jadwal kerja untuk Edy dkk. Tapi pihak pekerja merasa itu adalah janji palsu, sebab Edy dkk tidak melihat pihak manajemen menepati janjinya itu. Malah pada Desember 2010 pihak manajemen memutus hubungan kerja Edy dkk.

Terpisah, kuasa hukum pihak manajemen Sofyan Thamrin menyebut Edy dkk telah mangkir dari pekerjaannya sehingga dikualifikasikan mengundurkan diri. Padahal, pihak manajemen telah melakukan beberapa pemanggilan tapi hal itu tidak diindahkan, lanjutnya. Atas dasar itu pihak manajemen tidak memberi kompensasi pesangon kepada pekerja.

“Mereka tidak masuk kerja selama tiga bulan, mangkir. Kami kualifikasikan mengundurkan diri,” kata dia singkat kepada hukumonline usai sidang di PHI Jakarta, Rabu (22/2).

(sumber : hukumonline.com/ady)
Baca Selengkapnya

Rabu, 22 Februari 2012

Ribuan Buruh Outsourcing Gresik Turun Jalan

Gresik - Ribuan buruh outsourcing yang tergabung dalam Solidaritas Perjuangan Buruh Indonesia (SPBI) Gresik melakukan aksi turun jalan. Selain melakukan aksi ini, ribuan buruh outsourcing tersebut juga ngeluruk kantor Pemkab Gresik menuntut perbaikan UMK serta tunjangan pensiun.

Aksi ini sempat membuat jalan-jalan yang dilalui ribuan buruh macet sehingga beberapa polisi sibuk mengatur arus lalu lintas untuk mengurai kemacetan.

Korlap SPBI Gresik Hakam mengatakan, aksi turun jalan ini terpaksa dilakukan mengingat selama ini upah buruh outsourcing sering terabaikan dibanding buruh yang bukan outsourcing. "Aksi ini terpaksa kami lakukan karena selama ini mediasi tuntutan buruh outsourcing belum ada solusinya," katanya kepada wartawan, Rabu (22/02/2012).

Selama melakukan aksi, ribuan buruh outsourcing juga mengajak buruh outsourcing lainnya untuk bergabung melakukan tuntutan mengenai upah dan tunjangan pensiun.

Saat berorasi dan melakukan aksi di Kantor Pemkab Gresik, ribuan buruh ini ditemui Bupati Gresik Sambari Halim Radianto. Bahkan, soal tuntutan yang diajukan buruh. Bupati Sambari Halim Radianto hanya bisa menjadi mediasi saja. "Saya siap memfasilitasi keluhan buruh outsourcing. Untuk soal-soal lain kami masih mengkaji lagi," ujar Bupati Gresik Sambari Halim Radianto.

Aksi turun jalan buruh outsourcing ini merupakan kedua kalinya dilakukan. Sebab, beberapa bulan lalu aksi serupa juga dilakukan untuk menuntut hak-haknya.[dny/ted]


(sumber: beritajatim.com)
Baca Selengkapnya