Puluhan buruh yang tergabung dalam Solidaritas Perjuangan Buruh Indonesian (SPBI) Malang, Jawa Timur, menggelar aksi di Kejaksaan Negeri Kota Malang. Mereka menuntut agar pengusaha yang melanggar hukum ketenagakerjaan dipenjarakan sesuai dengan jenis pelanggarannya.
Walaupun hanya puluhan buruh yang menggelar aksi, tetapi ratusan personel kepolisian bersiaga di lokasi aksi. "Kami mendesak agar segera dihukum dan diadili pengusaha yang nakal," jelas koordinator aksi, Hamim Afan, Kamis (2/2/2012), ditemui di sela-sela aksi.
Pengusaha nakal itu, kata Hamim, adalah pengusaha yang tak membayar para buruh sesuai dengan Upah Minimum Kota Malang 2012 sebesar Rp 1.132.245. "Karena di Kota Malang masih banyak buruh yang dibayar tak sesuai UMK," tegasnya.
Seperti kasus yang terjadi pada buruh di UD Shanti Dewi, Kota Malang. Para buruh di perusahaan konfeksi itu mendapat upah di bawah Rp 900.000 per bulan. "Dampaknya, buruh kesulitan untuk memenuhi hak dasar untuk keluarganya," kata Hamim.
Tak hanya itu, dengan gaji demikian, anak-anak buruh setempat tak bisa menikmati pendidikan yang berkualitas. Bahkan, perusahaan jasa konfeksi itu telah memecat 20-an buruh secara sepihak. "Dari itu, kami menuntut agar pengusaha UD Shanti Dewi segera dihukum. Dia jelas melanggar hukum ketenagakerjaan. Pelanggaran itu jelas adalah kejahatan kriminal," kata Hamim lantang.
Kasus tersebut, menurut Hamim, sudah ditangani sejak setahun lalu. Perkara tersebut telah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Kota Malang. "Sidangnya dijadwalkan Senin (6/2/2012) mendatang dengan agenda membacakan dakwaan. Semoga menjadi pelajaran bagi pengusaha nakal lainnya agar buruh tak ditindas," katanya.
Sementara itu, aksi tersebut ditemui oleh Jaksa Penuntut Umum Kejari, Iwan Winarso. Iwan menyatakan, tersangka sudah dijerat pasal berlapis. "Apa yang dilakukan tersangka itu adalah pelanggaran pidana atas hukum ketenagakerjaan," katanya.
Tersangka yang bernama Slamet Yasin telah melanggar hak normatif, antara lain, ditemukan tak membayar sesuai UMK, buruh tak mendapat jaminan sosial ketenagakerjaan, serta hak cuti dan hak lembur. "Karena kasus ini adalah kasus pertama yang terjadi di Kota Malang, kami tak akan main-main. Penanganannya akan menjadi tolok ukur penanganan kasus sengketa perburuhan di Kota Malang," ungkap Iwan. (MALANG, KOMPAS.com)
Walaupun hanya puluhan buruh yang menggelar aksi, tetapi ratusan personel kepolisian bersiaga di lokasi aksi. "Kami mendesak agar segera dihukum dan diadili pengusaha yang nakal," jelas koordinator aksi, Hamim Afan, Kamis (2/2/2012), ditemui di sela-sela aksi.
Pengusaha nakal itu, kata Hamim, adalah pengusaha yang tak membayar para buruh sesuai dengan Upah Minimum Kota Malang 2012 sebesar Rp 1.132.245. "Karena di Kota Malang masih banyak buruh yang dibayar tak sesuai UMK," tegasnya.
Seperti kasus yang terjadi pada buruh di UD Shanti Dewi, Kota Malang. Para buruh di perusahaan konfeksi itu mendapat upah di bawah Rp 900.000 per bulan. "Dampaknya, buruh kesulitan untuk memenuhi hak dasar untuk keluarganya," kata Hamim.
Tak hanya itu, dengan gaji demikian, anak-anak buruh setempat tak bisa menikmati pendidikan yang berkualitas. Bahkan, perusahaan jasa konfeksi itu telah memecat 20-an buruh secara sepihak. "Dari itu, kami menuntut agar pengusaha UD Shanti Dewi segera dihukum. Dia jelas melanggar hukum ketenagakerjaan. Pelanggaran itu jelas adalah kejahatan kriminal," kata Hamim lantang.
Kasus tersebut, menurut Hamim, sudah ditangani sejak setahun lalu. Perkara tersebut telah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Kota Malang. "Sidangnya dijadwalkan Senin (6/2/2012) mendatang dengan agenda membacakan dakwaan. Semoga menjadi pelajaran bagi pengusaha nakal lainnya agar buruh tak ditindas," katanya.
Sementara itu, aksi tersebut ditemui oleh Jaksa Penuntut Umum Kejari, Iwan Winarso. Iwan menyatakan, tersangka sudah dijerat pasal berlapis. "Apa yang dilakukan tersangka itu adalah pelanggaran pidana atas hukum ketenagakerjaan," katanya.
Tersangka yang bernama Slamet Yasin telah melanggar hak normatif, antara lain, ditemukan tak membayar sesuai UMK, buruh tak mendapat jaminan sosial ketenagakerjaan, serta hak cuti dan hak lembur. "Karena kasus ini adalah kasus pertama yang terjadi di Kota Malang, kami tak akan main-main. Penanganannya akan menjadi tolok ukur penanganan kasus sengketa perburuhan di Kota Malang," ungkap Iwan. (MALANG, KOMPAS.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar